Ibu, anakmu kini sedang
mencintai seorang lelaki. Dia juga pernah mencintaiku, tapi aku sama saja
seperti ayah yang terus menerus
menarik ulur hati banyak wanita.
Dan aku melakukannya pada laki-laki yang ku cintai itu bu, aku menyakitinya.
Sekarang ia tak lagi mencintaiku. Dia membuangku jauh. Aku diacuhkan begitu
saja. Namun kini aku menantikannya, bu.
Aku ingin dicintai olehnya lagi. Tapi kesempatan kedua tak kunjung menemuiku.
Ibu,
apakah cinta sesakit ini? Apakah kau tetap mencintai ayah yang pernah
menyakitimu? Apakah kau memberinya kesempatan lagi? Kau harus mencintainya, kau
harus beri ayah
kesempatan lagi, bu.
Aku tak ingin dibuang.
Ibu,
aku telah merendahkan harga diriku sendiri di hadapannya. Aku mengiba padanya, bu. Aku memintanya
kembali mencintaiku. Namun aku datang terlambat. Cinta ku tak cukup untuk
menyelamatkan kisah kami. Dia tlah memiliki wanita lain. Mereka tampak bahagia.
Layaknya dirimu dengan papa
tercinta.
Katakan pada anakmu ini, bu. Apakah kau tetap saja
mengingat ayah
walau sudah ada lelaki
lain yang lebih baik darinya? Kau harus! Bukankah di sela kesedihanmu masih ada
kenangan manis? Aku tahu persis kejadian saat itu, memang kesalahan yang ayah lakukan sangatlah
besar. Kini kesalahan itu tlah ku lakukan. Nasib ku sama seperti ayah.
Bu,
aku sedang menangis karena menyesal. Aku baru tahu bahwa penyesalan bukanlah
kata kunci untuk membuatnya kembali. Apakah ayah
pernah menangis seperti ini padamu? Jika dia melakukannya, apakah kau iba? Kau
pernah mencintai ayah
kan, bu? Lantas tidakkah ada
secuil sisa cinta dari perasaan itu? Apakah kesalahan ayah menghapus kenangan
kalian begitu saja?
Jika kau mencampakkannya, maka aku
tahu bagaimana perasaan ayah
yang dijalari penyesalan. Mungkin kami berdua ingin menciptakan mesin waktu
untuk memutar kembali kejadian masa lalu agar tiada kisah sepahit ini.
Kehilangan cinta itu sangat menyakitkan, bu. Kau pasti pernah merasakannya.
Bu,
bagaimana kau bisa menjadi wanita
yang begitu setia? Bagaimana perasaanmu saat itu, bu? Kau pasti sangat
terpukul. Ya, aku tahu itu. Mungkin itu menjadi alasan yang sama untuk lelaki
yang ku cintai meninggalkanku. Bagaimana bisa drama cinta kalian kini
menimpaku? Laki-laki yang ku cintai itu sangat mirip denganmu, bu. Dia lelaki setia,
lelaki penuh cinta. Anakmu ini mencintainya, ibu. Aku rela mempertaruhkan yang ku miliki
pada dunia untuk mendapatkannya. Tapi itu tidak akan berhasil. Dunia lebih kaya
daripada ku.
Ibu,
kata orang cinta ini datang terlambat. Lalu apakah keterlambatan itu tak bisa
diampuni? Layak seorang siswi datang terlambat ke sekolah. Bagimana aku bisa
memperbaikinya, bu?
Ibu,
jangan kau benci aku seperti laki-laki itu membenciku. Mengapa aku berperan
menjadi ayah? Mengapa aku yang
melakukan kesalahan itu? Mengapa aku yang dicampakkan? Apakah aku karma dari ayah? Cukup hatiku lah yang
menghakimi. Batang cinta ini tlah rapuh. Aku tlah buruk di mata cintaku.
Entahlah, mungkin aku tidak akan bermain lagi dengan cinta. Mungkin aku akan
hidup sendiri mulai saat ini. Cukup sekali saja ku alami gagalnya cinta. Aku
akan belajar setia menantinya.
Ibu,
mengapa aku mewarisi sifat ayah
yang tidak bisa setia? Aku masih punya hati. Aku bisa merasakan penyesalan. Aku
ingin memperbaikinya, bu.
Aku ingin kesempatan kedua. Aku ingin
lirik lain selain menyesal dan menunggu.
1 komentar:
Keren Bangett
Posting Komentar