Terkadang
aku berfikir bahwa air yang telah terjun ke tempat lebih rendah tidak lagi
dapat merangkak ke atas. Mereka tidak dapat kembali. Seperti takdir kehidupan
bahwa saat kita berada di masa kini, kita tidak dapat merangkak kembali ke masa
lalu. Dan penyesalan yang selalu berada di belakang seperti buntut? Mereka hanya
membuat tumpuan rapuh. Saat itu juga, mereka akan menjadikan kaki lemas dan
tidak ingin beranjak. Putus asa akan mengikuti, sedangkan masa depan selalu
menagih janji.
Hal
ini yang buatku iri pada air mancur. Ya, aku selalu iri. Kali ini aku iri
karena air mancur begitu indah. Ia adalah air yang begitu beruntung. Air yang
berada di bawah memiliki kesempatan untuk naik ke atas walau hanya sebentar. Mereka
memiliki kesempatan yang mustahil untuk diperoleh. Andai aku menjadi air
mancur, aku akan meminta untuk bisa naik ke atas lalu aku akan terjun lagi ke
bawah. Saat aku berada di atas, aku bisa mengambil sisa-sisa kenangan yang
pernah ku lewatkan.
Andaikan
aku memiliki kesempatan itu, aku berharap bisa membuat mesin waktu untuk
kembali ke masa lalu dan menghapus segala kesalahan. Aku tak ingin menjadi air yang
hanya mengalir menerima takdir. Aku ingin kembali menyusun hidup agar tiada air
mata yang selalu mengambang sebelum tidur bahkan saat ku terbangun. Hati ini
begitu dicerca kesalahan. Tentangnya. Dia yang kini tlah hilang dari hadapanku.
Dia yang kini meninggalkan puing kehancuran. Dia yang kini merusak hidupku,
bahkan dunia mimpi yang tidak mungkin terjamah orang lain. Tentangnya yang ku
cinta. Dulu. Sebelum dia pergi karena ulahku. Andai saja aku bisa menjadi air
mancur itu. Andai saja aku bisa membuat mesin waktu. Aku ingin menciptakan masa
lalu yang indah dan membawanya ke masa depan. Atau jika itu tidak dapat ku
lakukan, setidaknya aku ingin melihat kembali bagaimana ia pernah menyuguhkan
senyum untukku.
Aku
tak ingin terpuruk olehnya dan membayangkan kemerlap lampu itu meredup. Aku ingin
bohlam itu tetap terang hingga akhirku menatap.
0 komentar:
Posting Komentar