# 1

# 1

Kala jejak terhapus oleh hujan yang tak berpihak...kala itu jemari kian mengukir

# 2

# 2

Waktu bukan mesin penjawab tuk semua tanya, maka jangan kau gantung asamu tuk detak yang tak terhingga

3

# 3

Berkawanlah pada jarak.... maka menanti tidak lagi merisaukan

# 4

# 4

Namun, jangan lupakan daaun yang jatuh walau kan tumbuh daun baru

# 5

# 5

Penaku kan mengiring setiap kata yang terurai ditiap hembusa nafas

Rabu, 13 Agustus 2014

Putri Tidur

Aku melihat ada sinar di malam hari. Layaknya senja. Sinar jingga di balik pegunungan. Sinar itu begitu jingga untuk malam yang harusnya berlatar gelap. Ku rasa ini pertama kalinya bisa ku lihat siluet pegunungan di malam hari dengan terang. Sebagaimana telah dikatakan oleh beberapa orang, pegunungan itu tampak seperti putri tidur. Aku bisa melihat ada mata, hidung dan mulut yang tergambar. Begitu jelas.
Senja yang belum berakhir setelah petang menyapa. Bulan pun tlah tampak rupanya. Aku melihat bagaimana pegunungan putri tidur itu lebih menarik saat senja ketimbang pagi cerah. Kali ini, setelah melihat siluet pegunungan itu, aku merasakan sebuah rasa yang telah lama ku rindukan. Entah bisa ku sebut apa, tapi rasa itu sungguh membuatku tidak nyaman. Sepertinya aku telah melihat diriku sendiri, dan pegunungan putri tidur itu menjadi cermin ku saat ini. Bedanya, aku tidak memiliki pagi bahkan siang yang cerah, ataupun senja yang kan melukiskan siluetku. Aku hanyalah putri tidur yang memiliki malam.
Putri tidur. Begitu sebagian orang memanggilnya. Panggilan untuk pegunungan berwajah itu, ataupun untukku. Aku tidak lebih dari seorang putri tidur. Hidupku, aku bahkan tidak tahu bahwa diriku masih bisa menghirup udara. Aku tidak dapat melakukan apapun, aku tidak dapat terbangun, tidak dapat merasakan apapun, bahkan mungkin dunia telah enggan menganggapku. Tapi, ketika mata ini masih berkedip, tangan ini tidak berhenti bergerak, kaki tak hentinya melangkah, serta seluruh organ yang masih dapat bekerja. Aku merasa bahwa aku masih hidup. Walau aku hidup seperti putri tidur. Tidak dapat terbangun dari mimpi. Tidak dapat membuka mata dan melihat dunia nyata. Aku tertidur, nyenyak sekali.
Aku bukanlah seseorang yang tidak berani menatap dunia dan saling bertegur sapa, hanya saja aku tidak menemukan kenyamanan ku di sana. Walau terkadang banyak umpatan dari orang lain untukku. Seperti, katak dalam tempurung, ataupun siput yang tidak pernah meninggalkan cangkangnya. Aku lebih nyaman hidup seperti ini. Bagiku, dunia ini hanyalah tempat dimana aku harus melewatinya dengan aman. Di luar sana pasti banyak bahaya yang akan dengan mudah menerpa. Aku, aku tak ingin hidup dalam bahaya itu. Tidak untuk kedua kalinya. Bagiku, tempurung bukanlah hal buruk, aku masih bisa hidup di dalamnya. Aku bisa hidup dengan imajinasiku saja. Membuat fantasi, bersenang-senang dengan teman khayalan. Kalian harus tahu, itu bukanlah hal buruk. Aku bisa membuatnya sesuai dengan keinginanku sendiri.

Malam ini. Aku tertarik kembali. Pada masa yang ku rindukan. Masa yang pernah membawaku mendengar kebisingan. Bagaimana bisa aku melupakan kenangan beberapa tahun silam, hanya karena usapan pedih di ujung tawaku. Hingga aku berakhir seperti putri tidur, bermimpi dan terus menutup mata. Aku benci merasakan hal ini. Cukup menjatuhkanku ke dalam jurang di sudut hati. Dalam dan kelam, kata itu saja yang tersisa untuk menggambarkannya. Jurang yang penuh dengan kenangan. Jurang yang sudah lama ku tutup dengan air mata. Kini terkuak kembali, setelah ujung mata melihat sinar senja dalam balik gulita. Rasa rindu yang pernah ku akhiri di tempat yang sama saat kini aku mengingatnya. Betapa haru dan menyesakkan dada. Aku benci mengenang masa lalu, aku ingin berhenti memandangai siluet diriku, tapi mengapa di sisi lain aku menginginkan momen seperti ini? Bahkan langkahku tak kunjung pergi walau angin menerpa begitu mencerca. Dingin. Aku ingin kembali tertidur dan menikmati fantasi yang ku buat sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar